Jumat, 03 Februari 2012

PENURUNAN COD,TSS DAN WARNA LIMBAH CAIR RUMAH POTONG HEWAN (RPH) MENGGUNAKAN ANAEROBIC BAFFLED REACTOR (ABR)


PENURUNAN COD,TSS DAN WARNA
LIMBAH CAIR RUMAH POTONG HEWAN (RPH)
MENGGUNAKAN ANAEROBIC BAFFLED REACTOR (ABR)

Hery Setyobudiarso
(Staf Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITN Malang)

ABSTRAKSI

          Limbah yang dihasilkan oleh industri rumah potong hewan mengandung protein, lemak dan karbohidrat dengan bahan organik terlarut dan tersuspensi tinggi. Limbah tersebut dapat dikatakan memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi dan berpotensi menjadi media biakan biota pencemar. Hal ini berakibat bau yang tidak sedap dan menjadi sumber pencemar terhadap lingkungan. Untuk mendapatkan kualitas air limbah yang baik perlu dilakukan suatu sistem pengolahan yang dapat menurunkan bahan pencemar sehingga memenuhi standart baku mutu air limbah. Mengingat besarnya biaya pengolahan air limbah tersebut maka peneliti mencari alternatif sistem pengolahan yang relatif murah, mudah dalam pengoperasiannya dan ramah lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh debit aliran dan waktu pengambilan sampel dalam menurunkan kandungan COD, TSS dan warna pada limbah cair rumah potong hewan dengan Anaerobic Baffled Reactor. Penelitian ini dilakukan dengan debit aliran  5.10-4 m3/jam dan variasi waktu pengambilan sampel yaitu  4 jam, 6 jam, 8 jam, 10 jam dan 12 jam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase penyisihan konsentrasi COD tertinggi sebesar 76,19 %, konsentrasi TSS sebesar 91,93 % dan persentase penyisihan konsentrasi warna tertinggi sebesar 42,24 % pada waktu pengambilan sampel 12 jam.

Kata kunci : Anaerobic Baffled Reactor, Chemical Oxygen Demand ,Total Suspended Solids,
                Rumah Potong Hewan.

 
The decrease of COD, TSS Content and Color  at Liquid Waste of Animal Slaughtering House by Using Anaerobic Baffled Reactor.

ABSTRACT

          The produced waste  of animal slaughtering house contains protein, fat and carbohydrate with solved organic material and high suspended. The waste can be said has high nutrient content and have potential to be development medium of  polluter biota. It cause bad smell and become waste source of the environment. To get good quality water it need treatment system that able to decrease the polluter material so fulfill the waste water standard. Consider the  huge amount of the liquid waste  treatment, the researcher find other alternative  for cheaper treatment, easy in operation and environmental friendly.
          This research aimed at knowing the ability of Anaerobic Baffled Reactor by using cow feces as active mud medium to decrease COD content, TSS and the color. The research also aimed at knowing the  flow debit and sample taking time to decrease COD, TSS, and color at liquid waste of  the animal slaughtering house. This research is conducted  with flow debit 5.10-4 m3/hours  and sample taking time that is 4 hours, 6 hours, 8 hours, 10 hours, and 12 hours.
          The results showed the highest concentration elimination COD 76.19%, TSS 91.93%. While the highest color concentration 42.24%  occurred at sample taking time 12 hour.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meningkatnya sektor rumah produksi juga mempunyai efek samping yaitu meningkatnya jumlah limbah atau sisa hasil produksi. Limbah tersebut dapat berupa limbah cair, limbah padat maupun limbah gas. Dalam suatu rumah produksi ketiga jenis limbah tersebut bisa dihasilkan secara bersamaan tetapi ada juga rumah produksi yang menghasilkan salah satu atau dua jenis limbah. Hal ini sangat tergantung pada proses produksi yang dijalankan oleh rumah produksi.
Pada Rumah Potong Hewan (RPH), bagian ternak yang dimanfaatkan mulai dari tulang, daging dan kulit sehingga dapat dikatakan hampir tidak ada limbah yang dikeluarkan dari tubuh ternak selain sisa pakan, kotoran dan isi rumen. Limbah tersebut dapat dikatakan memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi dan berpotensi menjadi media biakan biota pencemar. Hal ini mengakibatkan timbulnya bau yang tidak sedap dan menjadi sumber pencemar terhadap lingkungan. Limbah dengan kadar bahan organik yang tinggi dapat terurai secara biologi (biodegradable), sehingga untuk menurunkan zat pencemar dalam limbah cair RPH  dapat menggunakan prinsip pengolahan secara biologis (Slamet & Masduki, 2000). Pengolahan limbah cair secara biologis dapat dilakukan melalui proses aerobik, anaerobik, atau gabungan dari sistim aerobik dan anaerobik.
Satu alternatif pengolahan dibutuhkan untuk menurunkan beban organik, antara lain dengan menggunakan pengolahan secara anaerobik. Metode pengolahan limbah secara anaerobik tidak dibutuhkan transfer energi untuk keperluan transfer oksigen, kecilnya produksi biomass yang dibuang sehingga produksi jumlah lumpur juga kecil, dihasilkan produk akhir reaksi yang bermanfaat, yaitu berupa gas methan. Pengolahan limbah dengan sistem anaerobik menunjukan bahwa system ini mampu mengolah beban organik yang sangat tinggi  untuk berbagai jenis limbah serta stabil dalam mengalami hydraulic shock loading (kejutan beban hidrolik). Dibandingkan dengan pengolahan secara aerobik yang membutuhkan transfer oksigen, jumlah nutrien yang dibutuhkan tinggi, lumpur yang dihasilkan banyak dan kurang baik diterapkan pada limbah yang memiliki beban organik yang tinggi. Salah satu alternatif pengolahan secara anaerobik adalah dengan menggunakan anaerobic baffled reactor (ABR).
Pertimbangan penggunaan ABR karena kelebihan yang dimilikinya, antara lain stabil dalam mengalami hydraulic shock loading (kejutan beban hidrolik) dan organic shock loading (kejutan beban organik), lumpur yang dihasilkan sedikit, biaya pemeliharaan dan pengoperasian yang rendah (Prabowo,2000). Penggunaan reactor ABR dalam mengolah limbah domestik menghasilkan effisiensi sebesar 70% - 95% untuk penyisihan Biological Oxygen Demand (BOD) dan 65% - 90% untuk penyisihan Chemical Oxygen Demand (COD) (Ludwig, 1998). Untuk penyisihan Total Suspended Solids (TSS) menghasilkan effisiensi sebesar 70% - 95% (Hadi, 2000). Kemudian untuk penyisihan warna dengan menggunakan reaktor ABR belum dilakukan penelitian  tapi untuk penyisihan warna dengan metode anaerobik menghasilkan efisiensi sebesar 30 % sampai 50 % dengan menggunakan zat warna buatan (Bhattacharya dkk, 1990). Subjek penelitian ini adalah pengolahan limbah secara anaerobik dengan menggunakan anaerobic baffled reactor (ABR).

Tujuan Penelitian
Mengetahui tingkat penurunan COD, TSS dan warna limbah cair RPH dengan menggunakan Anaerobic Baffled Reactor (ABR).

TINJAUAN PUSTAKA

            Aktifitas RPH terpusat pada ruang penyembelihan, oleh karena itu sebagian besar buangan RPH berasal dari tempat ini. Di dalam ruang penyembelihan dilakukan berbagai aktifitas seperti penyembelihan, pembersihan, dan pemotongan daging hewan. Proses-proses inilah yang menghasilkan banyak buangan. Buangan yang banyak dihasilkan oleh ruang penyembelihan adalah air bilasan dari proses pencucian baik dari pencucian daging hewan maupun dari pembersihan lantai ruangan. 
            Limbah cair  rumah potong hewan (RPH) terdiri dari air bekas pencucian yang tercampur dengan feces, darah, urine, dan lemak hewan, sehingga limbah cair RPH mengandung protein, lemak dan karbohidrat dengan materi organik terlarut dan tersuspensi relatif tinggi.
          Air buangan RPH sebagian besar terdiri dari zat organik seperti darah, tinja, bulu, lemak, daging, dan serbuk tulang. Bahan-bahan ini berada dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi. Materi-materi organik ini bersifat cepat membusuk dan menimbulkan bau (Prastiwi,2004). Oleh karena sifat zat organik yang ada di dalam air buangan RPH ini mudah membusuk maka apabila air buangan ini dibuang langsung ke badan air penerima akan menimbulkan proses deoksigenasi atau pengurangan kadar oksigen di dalam badan air. Kadar COD, TSS dan warna yang ada di dalam air buangan RPH  nilainya besar sehingga memiliki potensi yang besar untuk mencemari air dan membahayakan kehidupan organisme yang ada di dalam air. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan terhadap air buangan RPH sebelum dibuang ke badan air.
Pengolahan air buangan secara biologi dilakukan berdasarkan suatu proses dimana suatu populasi mikroorganisme menggunakan kontaminan yang ada di dalam air buangan sebagai substrat untuk pertumbuhan dan sistesa sel. Mekanisme seperti ini terjadi pula di alam seperti sungai dan danau yang ditandai oleh adanya proses purifikasi di sungai dan danau tersebut. Tujuan dari proses pengolahan biologis adalah untuk mengkonversikan komponen organik biodegradable (dapat diurai dan dikonsumsi oleh mikroba) menjadi suatu biomasa mikroba yang dapat dipisahkan dengan proses pemisahan padatan-cairan seperti pengendapan (sedimentasi) dan pengapungan (flotation). Secara umum polutan dalam air utamanya terdiri dari bahan organik terlarut dan tidak terlarut, berbagai bentuk nitrogen dan fosfat, serta bahan lain yang tidak larut dan tidak bereaksi (inert material) (slamet dan masduqi, 2000).
           Kebanyakan air limbah mengandung bahan organik dengan konsentrasi relatif rendah, sehingga lebih efisien dan ekonomis jika diolah dengan proses aerobik, dimana proses ini bahan organik dikonversikan menjadi CO2 dan juga biomasa mikroba anaerob. Sedangkan air limbah dengan konsentrasi bahan organik tinggi dan suspensi bahan organik seperti buangan industri dan lumpur organik, dapat pula secara efektif distabilkan secara anaerobik. Proses pengolahan air limbah secara anaerobik mengkonversikan bahan organik menjadi gas methana dan CO2 dan juga biomasa mikroba anaerob (slamet dan masduqi, 2000).
Mekanisme terpenting dalam penurunan bahan organik pada sistem pengolahan secara biologis adalah metabolisme bakteri. Dimana metabolisme memiliki arti penggunaan bahan organik, baik sebagai sumber energi maupun sebagai sumber sintesa sel. Metabolisme terbagi atas katabolisme dan anabolisme. Katabolisme adalah penggunaan bahan organik sebagai sumber energi yang akan di rubah menjadi bentuk akhir yang lebih stabil. Anabolisme adalah proses pengubahan dan penyerapan bahan-bahan organik menjadi massa sel. Anabolisme adalah proses penggunaan energi dimana proses tersebut terjadi apabila katabolisme juga terjadi untuk penyedian energi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel. Hasil dari proses katabolisme adalah gas methan dan karbon dioksida, hasil dari anabolisme adalah peningkatan massa bakteri yang dapat diketahui melalui peningkatan konsentrasi volatile suspended solids (VSS) (Prabowo, 2000).
     Tahap awal proses anaerobik adalah hidrolisa terhadap senyawa organik komplek menjadi molekul yang sederhana. Proses hidrolisa terhadap bahan organik ini melalui enzim yang dihasilkan bakteri fermentasi. Polimer seperti selulosa, protein, karbohidrat dipecah menjadi monomer. Sellulosa dipecah menjadi cellbiose dan gula. Protein diubah menjadi asam amino dan polipeptida. Lemak menjadi galaktosa, gliserol, dan asam-asam lemak berantai panjang.
Pada pengolahan anaerobik terdapat dua kelompok bakteri yang terlibat didalam proses, yaitu bakteri pembentuk asam dan bakteri pembentuk methan (Rahmawati,1999). Kestabilan proses anaerobik tergantung pada keseimbangan kelompok bakteri yang terlibat. Adanya penurunan produksi gas, peningkatan produksi gas intermediet asam volatile (asetat dan propionat) akan berakibat terjadinya penurunan efisiensi removal yang menandakan adanya gangguan pada sistem. Bakteri-bakteri anaerobik yang terlibat adalah bakteri fermentasi, bakteri penghasil hidrogen, bakteri acetogenik, bakteri methanogen, dan bakteri pereduksi sulfat (Prabowo, 2000).
Anaerobic baffled reactor (ABR) dikembangkan oleh Bachman dan McCarty pada tahun 1981. ABR terdiri dari beberapa kompartemen yang dipisahkan oleh sekat vartikal. Jenis aliran berupa aliran keatas (up-flow) melalui lumpur anaerobik yang menghasilkan gas pada tiap kompartemen (Grobicki, 1991)
          Pada Anaerobic baffled reactor (ABR) terdapat dua prinsip pengolahan, yaitu secara mekanis dengan sedimentasi dan secara biologis dengan kontak antara air limbah dengan lumpur aktif. ABR termasuk unit pengolahan yang cukup ideal karena mudah dalam pembuatan dan pengoperasian. Kejutan beban organik dan hidrolik hanya menyebabkan efek yang kecil dalam efisiensi pengolahan. Perbedaan dengan up-Flow anaerobic sludge blanket (UASB) bahwa ABR tidak memerlukan sludge blanket yang mengapung, lumpur dapat berada pada dasar reaktor. Alat pemisah khusus juga tidak diperlukan karena lumpur aktif yang ikut terbuang pada awal kompartemen akan terperangkap pada kompartemen selanjutnya. Reaktor yang  didesain secara seri juga akan membantu dalam menguraikan substansi degradable yang sulit pada bagian akhir kompartemen, setelah penguraian bahan yang mudah pada awal kompartemen (Prabowo,2000).
          Berdasarkan penelitian Prabowo (2000), menggunakan reaktor ABR dengan mengencerkan air limbah menggunakan perbandingan limbah asli dan air recycle 0; 2:1 dan 1:2., menyatakan bahwa persentase penyisihan COD sebesar 25,2 % sampai 85,6 %. Kemudian penelitian Chariton dan Hadi (2000), menggunakan reaktor ABR untuk pengolahan limbah cair tahu. Didapatkan hasil bahwa beban organik minimal 2,7 kg COD/m3.hari dan beban organik maksimal 8,0 kg COD/m3.hari, yang mampu diterima ABR. Kemudian penelitian Rahmawati (2001), menggunakan Anaerobik Single Baffle Reaktor (ASBR) untuk pengolahan limbah cair RPH, berhasil menyisihkan konsentrasi COD 70,44%. Ludwig (1998), mengatakan bahwa reaktor ABR mampu menurunkan konsentrasi COD 60% sampai 90 %.  
          Selain dapat menyisihkan konsentrasi COD ABR juga dapat menyisihkan konsentrasi TSS. Berdasarkan penelitian Prabowo (2000), menggunakan reaktor ABR dengan mengencerkan air limbah menggunakan perbandingan limbah asli dan air recycle 0; 2:1 dan 1:2., menyatakan bahwa persentase penyisihan TSS sebesar 45 % sampai 95 %. Kemudian penelitian Hadi (2000), dengan menggunakan ABR untuk pengolahan lindi TPA, didapatkan hasil bahwa persentase penyisihan TSS sebesar 70 – 95 %.

METODOLOGI PENELITIAN

          Jenis penelitian ini menggunakan metode eksperimental di Laboratorium Teknik Lingkungan ITN Malang
Bahan
a. Limbah cair rumah potong hewan
b. Lumpur kotoran sapi
Variabel Terikat
a. Chemical Oxygen Demand (COD)
b. Total Suspended Solids (TSS)
c. Warna
Variabel Bebas
Variasi waktu pengambilan sample 4 jam, 6 jam, 8 jam, 10 jam, 12 jam dengan debit aliran air limbah 5.10-4 m3/jam

Spesifikasi Reaktor Anaerobik Baffled Reaktor (ABR)
1)    Inlet
2)    Outlet
3)    Gas outlet
4)    Ruang gas
5)    Lumpur aktif
6)    limbah
7)    Sekat / baffled






ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

 Karekteristik Limbah Cair RPH Malang
          Dalam penelitian ini di lakukan analisa pendahuluan untuk memperoleh data karekteristik air limbah yang akan digunakan sebagai sampel influen ABR. Berdasarkan analisa laboratorium yang dilakukan, diperoleh data karekteristik air limbah RPH sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil analisa awal air limbah RPH Malang
PARAMETER
HASIL
COD
305.455 mg/l
PV
561.17 mg/l
TSS
2066,667 mg/l
Warna
2.676 Pt.CO
Temperatur
25 0C
pH
7.2
Phospat Total
0.285 mg/l
Nitrogen Total Kjeldahl
1.712 mg/l
Sumber : Hasil Penelitian


           








Berdasarkan analisa awal nilai pH dan suhu air limbah berada pada kisaran untuk pengolahan anaerobik, hal ini berarti kondisi lingkungan atau air limbah sesuai untuk pertumbuhan bakteri anaerobik.

Penyisihan Bahan Organik Pada Tahap Aklimatisasi
          Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka data konsentrasi akhir kandungan organik pada reaktor dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Penyisihan Bahan Organik Pada Reaktor
Hari ke
Temperatur
pH
Zat Organik
Selisih Bahan Organik
Penyisihan Bahan Organik
(°C)
(Mg/l)
(mg/l)
(%)
1
26
7.17
903.83
480.02
-
2
25
7.14
642.29
-261.53
28.93
3
25
6.89
530.94
-111.35
17.33
4
25
7.32
670.55
139.61
-
5
24
7.32
687.72
17.16
-
6
25
7.37
535.95
-151.76
22.06
7
24
7.04
551.41
15.46
-
8
25
7.16
562.65
11.23
-
9
25
7.28
590.91
28.25
-
10
25
7.26
556.85
-34.06
5.76
11
24
7.35
440.02
-116.82
20.97
12
25
7.18
455.06
15.03
-
13
25
7.27
573.88
118.82
-
14
26
7.26
444.95
-128.92
22.46
15
24
7.29
642.14
197.18
-
16
25
7.26
596.64
-45.49
7.08
17
24
7.18
608.31
11.67
-
18
25
7.11
619.39
11.07
-
19
25
7.26
602.32
-17.06
2.75
20
26
7.17
590.97
-11.35
1.88
21
24
7.38
562.52
-28.45
4.81
32
23
7.29
573.87
11.35
-
33
23
7.1
545.47
-28.40
4.94
34
24
7.15
535.51
-9.96
1.82
35
24
7.16
520.41
-15.09
2.81
36
24
7.06
504.34
-16.06
3.08


Penyisihan Konsentrasi COD
            Pada bagian pertama ini akan dibahas pengaruh waktu pengambilan sampel terhadap  penyisihan konsentrasi COD awal pada air limbah sebesar 305,455 mg/l. Data penyisihan konsentrasi COD pada reaktor tersaji pada tabel 3.

Tabel 3.  Hasil Pengamatan Analisa COD

 Debit
Waktu Detensi
Waktu pengambilan sampel
Penyisihan COD
Penyisihan COD
(m3/jam)
(jam)
(jam)
(mg/l)
( %)
5.10-4
12
4
109.091
64.28
6
945.455
69.04
8
872.727
71.42
10
872.727
71.42
12
727.273
76.19
 Sumber : Hasil Penelitian



                                   
Pengambilan sampel yang dilakukan 4 jam, 6 jam, 8 jam, 10 jam dan 12 jam pada tiap reaktor menghasilkan persentase penyisihan COD yang stabil dan konstan berkisar ± 10 %, hal ini menunjukkan bahwa mikroorganisme yang telah terbentuk masih mampu untuk menguraikan bahan organik dalam air limbah dan mampu beradaptasi dengan kondisi yang ada seperti konsentrasi dan komposisi substrat di dalam reaktor. Selain itu menurut pendapat Shuler dan kargi, (1992) penggunaan nutrien oleh mikroorganisme akan mengakibatkan peningkatan massa mikroorganisme tersebut, hal ini mengakibatkan makin lamanya proses pada ABR akan mengakibatkan peningkatan massa mikroorganisme pada reaktor sehingga efisiensi penyisihan COD akan meningkat dengan lamanya waktu operasional.
          Debit aliran air limbah 5.10-4 m3/jam sudah mampu menguraikan bahan organik yang ada oleh mikroorganisme dengan waktu detensi 12 jam, memberikan waktu yang cukup panjang bagi mikroorganisme untuk menyisihkan bahan organik yang ada sehingga menghasilkan efisiensi COD yang besar. 
          Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap reaktor ABR untuk menurunkan konsentrasi COD pada limbah cair RPH menunjukkan bahwa terjadi persentase penyisihan konsentrasi COD 19,04 % sampai 76,19 %. Disimpulkan juga makin lama waktu detensi atau waktu kontak antara air limbah dan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan COD pada limbah RPH.
          Penyisihan konsentrasi COD secara biologi dengan menggunakan proses anaerobik juga dilaporkan oleh beberapa penelitian. Hasil penelitian Prabowo (2000), menggunakan reaktor ABR dengan mengencerkan air limbah dengan perbandingan limbah asli dan air recycle 0; 2:1 dan 1:2., bahwa persentase penyisihan COD sebesar 25,2 % sampai 85,6 %. Disimpulkan juga makin lama waktu kontak antara air limbah dengan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan COD yang dihasilkan. Kemudian penelitian Chariton dan Hadi (2000), menggunakan reaktor ABR untuk pengolahan limbah cair tahu. Didapatkan hasil bahwa beban organik minimal 2,7 kg COD/m3.hari dan beban organik maksimal 8,0 kg COD/m3.hari, yang mampu diterima ABR. Disimpulkan juga makin lama waktu kontak antara air limbah dengan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan COD yang dihasilkan. Kemudian penelitian Rahmawati (2001), menggunakan Anaerobik Single Baffle Reaktor (ASBR) untuk pengolahan limbah cair RPH, berhasil menyisihkan konsentrasi COD 70,44%. Disimpulkan juga makin lama waktu kontak antara air limbah dengan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan COD yang dihasilkan. Ludwig (1998), mengatakan bahwa reaktor ABR mampu menurunkan konsentrasi COD 60 – 90 %.

Penyisihan Konsentrasi TSS
Tabel 4.  Hasil Pengamatan Analisa TSS
 Debit
Waktu Detensi
Waktu pengambilan sampel
Penyisihan TSS
Penyisihan TSS
(m3/jam)
(jam)
(jam)
(mg/l)
( %)
5.10-4
12
4
1000
51.61
6
833.33
59.67
8
500
75.80
10
166.66
91.93
12
166.66
91.93
 Sumber : Hasil Penelitian

          Debit aliran air limbah 5.10-4 m3/jam atau waktu detensi 12 jam pada reaktor E  sudah mampu untuk menyisihkan suspended solid (SS) dengan baik hal ini dikarenakan waktu detensi pada reaktor  tidak mengakibatkan sludge terangkat dan ikut terbawa keluar bersama effluen  dan waktu detensi 12 jam sudah mampu untuk menguraikan bahan organik yang ada oleh mikroorganisme.
          Jumlah TSS yang terdapat pada influen relatif tinggi, pemisahan TSS pada reaktor ABR terjadi mulai pada saat air limbah memasuki kompartemen pertama, TSS akan terus berkurang setelah melewati tiap kompartemen. Pada bagian akhir reaktor, terjadi akumulasi lumpur, hal ini membuat penyisihan TSS menjadi lebih efektif daripada kompartemen sebelumnya karena sistem filtrasi yang terbentuk cukup tebal dan memberikan cukup waktu lebih lama buat bakteri untuk menyisihkan bahan organik yang terdapat dalam  suspended solid (SS).
          Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap reaktor ABR untuk menurunkan konsentrasi TSS pada limbah cair RPH menunjukkan bahwa terjadi persentase penyisihan konsentrasi TSS 35,48 % sampai 91,93 %. Disimpulkan juga makin lama waktu detensi atau waktu kontak antara air limbah dan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan TSS pada limbah RPH.
          Penyisihan konsentrasi TSS secara biologi dengan menggunakan proses anaerobik juga dilaporkan oleh beberapa penelitian. Hasil penelitian Prabowo (2000), menggunakan reaktor ABR dengan mengencerkan air limbah dengan perbandingan limbah asli dan air recycle 0; 2:1 dan 1:2., bahwa persentase penyisihan TSS sebesar 45 % sampai 95 %. Disimpulkan juga makin lama waktu kontak antara air limbah dengan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan TSS yang dihasilkan. Kemudian penelitian Hadi (2000), dengan menggunakan ABR untuk pengolahan lindi TPA. Didapatkan hasil bahwa persentase penyisihan TSS sebesar 70 – 95 %. Disimpulkan juga makin lama waktu kontak antara air limbah dengan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan TSS yang dihasilkan.



Penyisihan Konsentrasi Warna
            Pada bagian ini akan dibahas pengaruh waktu pengambilan sampel terhadap  penyisihan konsentrasi warna pada reaktor. Data penyisihan konsentrasi warna pada reaktor tersaji pada tabel 5.

Tabel. 5.  Hasil Pengamatan Analisa Warna
 Debit
Waktu Detensi
Waktu pengambilan sampel
Penyisihan Warna
Penyisihan Warna
(m3/jam)
(jam)
(jam)
(Pt-Co)
( %)
5.10-4
12
4
1.884
29.60
6
1.864
30.35
8
1.741
34.94
10
1.734
35.19
12
1.546
42.24
Sumber : Hasil Penelitian 

Dari gambar 5. dapat dilihat bahwa pada 4 jam sampai 12 jam terjadi peningkatan persentase penyisihan konsentrasi warna. Hal ini berarti terjadi penyisihan warna oleh mikroorganisme dan penyisihan warna yang berasal dari suspended solid (SS) dengan pengendapan.
Debit aliran air limbah 5.10-4 m3/jam atau waktu detensi 12 jam pada reaktor E tampaknya sudah cukup bagi suspended solid (SS) untuk mengendap dengan baik hal ini dikarenakan waktu detensi pada reaktor E tidak mengakibatkan sluge terangkat dan ikut terbawa keluar bersama effluen. Dan waktu detensi 12 jam sudah cukup bagi mikroorganisme untuk menyisihkan warna yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap reaktor ABR untuk menurunkan konsentrasi warna pada limbah cair RPH menunjukkan bahwa terjadi persentase penyisihan konsentrasi warna 19,97 % sampai 42,24 %. Kecilnya persentase penyisihan warna yang dihasilkan sejalan dengan pendapat Manurung dkk (2004). Menurut Manurung dkk, penyisihan  warna menghasilkan persentase penyisihan  yang kecil, hal ini karena warna mempunyai sifat tahan terhadap degradasi biologi. Disimpulkan juga makin lama waktu detensi atau waktu kontak antara air limbah dan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan warna pada limbah RPH.
Penyisihan konsentrasi warna secara biologi dengan menggunakan proses anaerobik juga dilaporkan oleh beberapa penelitian. Bhattacharya dkk (1990), menggunakan zat warna buatan yang dapat larut dalam air, diperoleh penurunan zat warna pada sistem anaerobik sebesar 30 % sampai 50 %. Kemudian penelitian Haug dkk (1992), didapatkan hasil bahwa sistem anaerobik bisa menetralisasi zat warna buatan (warna azo pada tekstil) dan diperoleh penurunan 37 % sampai 98 %. Meyer (1981) dalam Manurung dkk (2004), mereduksi zat warna buatan yang di campur pada makanan sapi, dimana makanan ini dimasukan ke pencernaan hewan, didapatkan  bahwa warna direduksi oleh mikroorganisme yang ada dipencernaan dengan kondisi anaerobik.

Sistem Perencanaan ABR
          Kecepatan aliran keatas (Vup) dari air limbah di dalam kompartemen dari ABR, tidak boleh lebih dari 2 m/jam (Ludwig, 1998). Ini merupakan parameter penting dalam menghitung desain dari ABR, terutama hydraulic loading yang tinggi.
          Vup = Q/A
Dimana :
          Vup = Kecepatan aliran keatas pada kompartemen (m/jam)
          Q    = Debit air limbah (m3/jam)
          A    = Luas alas dari kompartemen
Tingkat penguraian yang tinggi dapat terjadi dengan waktu detensi yang relatif kecil, waktu detensi dari reaktor sebaiknya tidak kurang dari 8 jam (Ludwig, 1998), selain itu ABR juga dapat beroperasi dengan waktu detensi sampai dengan 24 jam (Hermana, 2000). Volume reaktor diperoleh dari perhitungan debit rata-rata dari air limbah yang akan di olah dan waktu detensi yang diterapkan (Ludwig, 1998)
          V = Q x td
Dimana :
          V = Volume reaktor (m3)
          Q = Debit air limbah (m3/jam)
          td = Waktu detensi (jam)
Menurut Prabowo, 2000 air limbah yang masuk kedalam reaktor seharusnya sedapat mungkin terdistribusi secara merata di pintu masuk pada dasar reaktor, hal ini dapat dilakukan dengan mendesain kompartemen yang relatif rendah (lebar reaktor < 60 % dari tinggi reaktor) dan untuk panjang serta tinggi reaktor ditentukan berdasarkan perencanaan.
ABR terdiri setidaknya 4 kompartemen yang tersusun seri. Pada kompartemen terakhir dapat berfungsi sebagai penyaring untuk menerima kemungkinan lumpur yang berlebih (Ludwig, 1998). Sedangkan volume lumpur yang digunakan pada saat aklimatisasi 10 – 25 % dari volume reaktor ( Souza, 1986).
          Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui beberapa hal antara lain :
Reaktor yang digunakan 5 buah dengan kriteria desain sebagai berikut :










Tabel 6. Sistem Perencanaan ABR
Keterangan
COD
TSS
Warna
Q (m3/jam)
0,001
0,0015
0,001
Waktu detensi (jam)
6
4
6
Volume reactor (m3)
0,006
0,006
0,006
Dimensi
Panjang
0,3
0,3
0,3
Bak
Lebar
0,1
0,1
0,1
(m)
Tinggi
0,2
0,2
0,2
A (m2)
0,003
0,003
0,003
Vup (m/jam)
0,5
0,5
0,5
Influen
305,45 mg/l
2066,667 mg/l
2,676 Pt-Co
Effluen
180,364 mg/l
899,9999 mg/l
2,0038 Pt-Co
Reaktor
-    waktu detensi 12 jam
-    Debit air limbah 0,0005 m3/jam
-    Panjang reaktor 0,3 m
- :   Lebar reaktor 0,1 m
-    Tinggi reaktor 0,2 m
-    Volume reaktor 0,006 m3













Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan :
1.    a.  Efisiensi penyisihan COD terbesar yaitu 76,19 %, TSS 91,93 % dan penyisihan warna terbesar 42,24 % terjadi pada debit aliran 5.10-4 m3/jam pada waktu pengambilan sampel 12 jam.
     b. Waktu pengambilan sampel (4 jam – 12 jam)  berpengaruh pada besarnya efisiensi penurunan COD, TSS dan warna, semakin lama waktu pengambilan sampel yang diberikan  prosentase penurunan COD, TSS dan warna akan semakin besar.
2.    Untuk mengetahui seberapa besar persentase penyisihan COD, TSS dan warna dari kriteria desain yang direncanakan, dapat digunakan persamaan,
CODeffluent      = 260 – (13,3 x waktu detensi)
TSS  effluent      = 1053 – (41,7 x waktu detensi)
Warna effluent  = 2,08 – (0,0302 x waktu detensi)
Dengan catatan beban  yang masuk reaktor tidak boleh lebih dari 305, 45 mg/l untuk COD, 2066,667 mg/l untuk TSS dan 2,676 Pt-Co untuk warna



DAFTAR PUSTAKA


Bhattacharya SK, Wang S., Angara RV.,Kawai T dan Bishop F.D,1990. Fate and Effect of Azo Dye on an Anaerobic-aerobic System, 44th Purdue Industrial Waste Conference Proceedings, Lewis Publishers Inc. Chelsea.

Chariton, Anthony Philip dan Hadi, Wahyono, 2000. Studi Pertumbuhan Bed Lumpur Kaitannya Dengan Produksi Biogas Pada Pengolahan Air Limbah Pabrik Tahu Dengan Reaktor Anaerobik Aliran Horizontal. Jurnal Purifikasi, vol. 1, No.5, September 2000. Surabaya.

Grobicki, A, dan David C Stuckey, 1991. Performance of The Anaerobic Buffled Reactor Under Steady-state and Shock Loading Condition. Biotechnol Bioeng 37.

Hadi, Nurhaning I, 2000. Studi Penurunan Kandungan COD dan TSS Pada Lindi TPA Keputih Surabaya Dengan Menggunakan Anaerobic Baffeled Reactor (ABR). Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS.Surabaya.

Hermana, J., Dwirianti, D.,Mukhlis and Susmanto, R.M. 2000. The Aplication of Anaerobic Baffled Reactor for the Abatement of River Pollotion from Domestic Wastewater. Internasional Seminar, Industrial Waste Pollution Control : Quo Vadis Surabaya River, Surabaya.

Hug, W., Schmidt, A., Nortemana, B., Hempel, D.C.,Stolz, A dan Knackmuss, H.J, 1991. Mineralization of the Sulfonated Azo Dye mordant Yellow 3 y a 6-Aminoapthalene-2Sulfonate-Degrading Bacterial Consorsium, Applied and Environmental Mikrobiology

Ludwig, Sassc, 1998, DEWATS : Decentralized Wastewater Treatment in Developing Countries, BORDA. Bremen Overseas Reaserch and Development Association, Bremen.

Manurung, R., Hasibuan, R., Irvan, 2004. Perombakan Zat Warna Azo Reaktif Secara Anaerobik-Aerob. E-USU Repository, Universitas Sumatra Utara.

Prabowo, Bayu C, 2000. Studi Anaerobic Baffeled Reactor (ABR) Untuk Pengolahan Limbah Cair RPH Kedurus. Tugas Akhir  Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS.Surabaya.

Prastiwi, 2004. Studi Kinerja Sequencing Batch Reactor (SBR) Dalam Mendegradasi Limbah Rumah Potong Hewan. Tesis Program Paskasarjana Jurusan Teknik Lingkungan ITB.. Bandung.

Rahmawati, Erna Dwi, 1999. Studi Pengaruh Waktu Detensi Terhadap Penurunan Kandungan COD dan TSS Pada Limbah Cair Rumah Potong Hewan Dengan Menggunakan Anaerobic Single Baffled Reactor.  Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS.Surabaya.

Shuler, Michael L, dan Kargi, Fikret, 1992.  Bioprocess Engineering.Basic Concept. Prentice Hall, Inc. New Jersey.

Slamet, Agus dan Masduqi. Ali, 2000. Satuan Proses. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS.Surabaya.

Souza M.E. 1986, Criteria for The Utilization Design and Operation of UASB Reactors. Water science technology. Volume 18.

1 komentar:

  1. Menjual berbagai macam jenis Chemical untuk cooling tower chiller Boiler dan waste water treatment untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi saya di email tommy.transcal@gmail.com
    WA:081310849918
    Terima kasih

    BalasHapus