PENURUNAN COD,TSS DAN WARNA
LIMBAH CAIR RUMAH POTONG HEWAN (RPH)
MENGGUNAKAN ANAEROBIC
BAFFLED REACTOR (ABR)
Hery Setyobudiarso
(Staf Pengajar
Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITN Malang)
ABSTRAKSI
Limbah yang dihasilkan oleh industri
rumah potong hewan mengandung protein, lemak dan karbohidrat dengan bahan
organik terlarut dan tersuspensi tinggi. Limbah tersebut dapat dikatakan
memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi dan berpotensi menjadi media
biakan biota pencemar. Hal ini berakibat bau yang tidak sedap dan menjadi
sumber pencemar terhadap lingkungan. Untuk mendapatkan kualitas air limbah yang
baik perlu dilakukan suatu sistem pengolahan yang dapat menurunkan bahan
pencemar sehingga memenuhi standart baku mutu air limbah. Mengingat besarnya
biaya pengolahan air limbah tersebut maka peneliti mencari alternatif sistem
pengolahan yang relatif murah, mudah dalam pengoperasiannya dan ramah
lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh debit aliran dan waktu
pengambilan sampel dalam
menurunkan kandungan COD, TSS dan warna pada limbah cair
rumah potong hewan
dengan Anaerobic Baffled Reactor. Penelitian ini
dilakukan dengan debit aliran 5.10-4
m3/jam dan variasi waktu pengambilan sampel yaitu 4 jam, 6 jam, 8 jam, 10 jam dan 12 jam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase penyisihan konsentrasi COD
tertinggi sebesar 76,19 %, konsentrasi TSS sebesar 91,93 % dan persentase penyisihan konsentrasi warna tertinggi sebesar 42,24 % pada waktu pengambilan sampel 12 jam.
Kata kunci : Anaerobic Baffled Reactor, Chemical Oxygen
Demand ,Total Suspended Solids,
Rumah Potong Hewan.
The
decrease of COD, TSS Content and Color
at Liquid Waste of Animal Slaughtering House by Using Anaerobic Baffled
Reactor.
ABSTRACT
The
produced waste of animal slaughtering
house contains protein, fat and carbohydrate with solved organic material and
high suspended. The waste can be said has high nutrient content and have
potential to be development medium of
polluter biota. It cause bad smell and become waste source of the
environment. To get good quality water it need treatment system that able to
decrease the polluter material so fulfill the waste water standard. Consider
the huge amount of the liquid waste treatment, the researcher find other
alternative for cheaper treatment, easy
in operation and environmental friendly.
This
research aimed at knowing the ability of Anaerobic Baffled Reactor by using cow
feces as active mud medium to decrease COD content, TSS and the color. The
research also aimed at knowing the flow
debit and sample taking time to decrease COD, TSS, and color at liquid waste
of the animal slaughtering house. This
research is conducted with flow debit 5.10-4 m3/hours and sample taking time that is 4 hours, 6
hours, 8 hours, 10 hours, and 12 hours.
The
results showed the highest concentration elimination COD 76.19%, TSS 91.93%.
While the highest color concentration 42.24%
occurred at sample taking time 12 hour.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meningkatnya sektor rumah produksi juga mempunyai efek samping yaitu
meningkatnya jumlah limbah atau sisa hasil produksi. Limbah tersebut dapat
berupa limbah cair, limbah padat maupun limbah gas. Dalam suatu rumah produksi
ketiga jenis limbah tersebut bisa dihasilkan secara bersamaan tetapi ada juga
rumah produksi yang menghasilkan salah satu atau dua jenis limbah. Hal ini
sangat tergantung pada proses produksi yang dijalankan oleh rumah produksi.
Pada Rumah Potong Hewan (RPH), bagian ternak yang dimanfaatkan mulai dari
tulang, daging dan kulit
sehingga dapat dikatakan hampir tidak ada limbah yang
dikeluarkan dari tubuh ternak selain sisa pakan, kotoran dan isi rumen. Limbah
tersebut dapat dikatakan memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi dan
berpotensi menjadi media biakan biota pencemar. Hal ini mengakibatkan timbulnya
bau yang tidak sedap dan menjadi sumber pencemar terhadap lingkungan. Limbah
dengan kadar bahan organik yang tinggi dapat terurai secara biologi (biodegradable), sehingga untuk
menurunkan zat pencemar dalam limbah cair RPH
dapat menggunakan prinsip pengolahan secara biologis (Slamet &
Masduki, 2000). Pengolahan limbah cair secara biologis dapat dilakukan melalui
proses aerobik, anaerobik, atau gabungan dari sistim aerobik dan anaerobik.
Satu alternatif pengolahan dibutuhkan untuk menurunkan beban organik,
antara lain dengan menggunakan pengolahan secara anaerobik. Metode pengolahan
limbah secara anaerobik tidak dibutuhkan transfer energi untuk keperluan
transfer oksigen, kecilnya produksi biomass
yang dibuang sehingga produksi jumlah lumpur juga kecil, dihasilkan produk
akhir reaksi yang bermanfaat, yaitu berupa gas methan. Pengolahan limbah dengan
sistem anaerobik menunjukan bahwa system ini mampu mengolah beban organik yang
sangat tinggi untuk berbagai jenis
limbah serta stabil dalam mengalami hydraulic
shock loading (kejutan beban hidrolik). Dibandingkan dengan pengolahan
secara aerobik yang membutuhkan transfer oksigen, jumlah nutrien yang dibutuhkan
tinggi, lumpur yang dihasilkan banyak dan kurang baik diterapkan pada limbah
yang memiliki beban organik yang tinggi. Salah satu alternatif pengolahan
secara anaerobik adalah dengan menggunakan anaerobic
baffled reactor (ABR).
Pertimbangan penggunaan ABR karena kelebihan yang dimilikinya, antara lain
stabil dalam mengalami hydraulic shock
loading (kejutan beban hidrolik) dan organic
shock loading (kejutan beban organik), lumpur yang dihasilkan sedikit,
biaya pemeliharaan dan pengoperasian yang rendah (Prabowo,2000). Penggunaan
reactor ABR dalam mengolah limbah domestik menghasilkan effisiensi sebesar 70%
- 95% untuk penyisihan Biological Oxygen
Demand (BOD) dan 65% - 90% untuk penyisihan Chemical Oxygen Demand (COD) (Ludwig, 1998). Untuk penyisihan Total Suspended Solids (TSS)
menghasilkan effisiensi sebesar 70% - 95% (Hadi, 2000). Kemudian untuk
penyisihan warna dengan menggunakan reaktor ABR belum dilakukan penelitian tapi untuk penyisihan warna dengan metode
anaerobik menghasilkan efisiensi sebesar 30 % sampai 50 % dengan menggunakan
zat warna buatan (Bhattacharya dkk, 1990). Subjek penelitian ini adalah
pengolahan limbah secara anaerobik dengan menggunakan anaerobic baffled reactor (ABR).
Tujuan Penelitian
Mengetahui
tingkat penurunan COD, TSS dan warna limbah cair RPH dengan menggunakan Anaerobic Baffled Reactor (ABR).
TINJAUAN
PUSTAKA
Aktifitas
RPH terpusat pada ruang penyembelihan, oleh karena itu sebagian besar buangan
RPH berasal dari tempat ini. Di dalam ruang penyembelihan dilakukan berbagai
aktifitas seperti penyembelihan, pembersihan, dan pemotongan daging hewan.
Proses-proses inilah yang menghasilkan banyak buangan. Buangan yang banyak
dihasilkan oleh ruang penyembelihan adalah air bilasan dari proses pencucian
baik dari pencucian daging hewan maupun dari pembersihan lantai ruangan.
Limbah
cair rumah potong hewan (RPH) terdiri
dari air bekas pencucian yang tercampur dengan feces, darah, urine, dan lemak
hewan, sehingga limbah cair RPH mengandung protein, lemak dan karbohidrat
dengan materi organik terlarut dan tersuspensi relatif tinggi.
Air buangan RPH sebagian besar terdiri
dari zat organik seperti darah, tinja, bulu, lemak, daging, dan serbuk tulang.
Bahan-bahan ini berada dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi. Materi-materi
organik ini bersifat cepat membusuk dan menimbulkan bau (Prastiwi,2004). Oleh
karena sifat zat organik yang ada di dalam air buangan RPH ini mudah membusuk
maka apabila air buangan ini dibuang langsung ke badan air penerima akan
menimbulkan proses deoksigenasi atau pengurangan kadar oksigen di dalam badan
air. Kadar COD, TSS dan warna yang ada di dalam air buangan RPH nilainya besar sehingga memiliki potensi yang
besar untuk mencemari air dan membahayakan kehidupan organisme yang ada di
dalam air. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan terhadap air buangan RPH
sebelum dibuang ke badan air.
Pengolahan air
buangan secara biologi dilakukan berdasarkan suatu proses dimana suatu populasi
mikroorganisme menggunakan kontaminan yang ada di dalam air buangan sebagai
substrat untuk pertumbuhan dan sistesa sel. Mekanisme seperti ini terjadi pula
di alam seperti sungai dan danau yang ditandai oleh adanya proses purifikasi di
sungai dan danau tersebut. Tujuan dari proses pengolahan biologis adalah untuk
mengkonversikan komponen organik biodegradable
(dapat diurai dan dikonsumsi oleh mikroba) menjadi suatu biomasa mikroba yang
dapat dipisahkan dengan proses pemisahan padatan-cairan seperti pengendapan (sedimentasi) dan pengapungan (flotation). Secara umum polutan dalam
air utamanya terdiri dari bahan organik terlarut dan tidak terlarut, berbagai
bentuk nitrogen dan fosfat, serta bahan lain yang tidak larut dan tidak
bereaksi (inert material) (slamet dan
masduqi, 2000).
Kebanyakan
air limbah mengandung bahan organik dengan konsentrasi relatif rendah, sehingga
lebih efisien dan ekonomis jika diolah dengan proses aerobik, dimana proses ini
bahan organik dikonversikan menjadi CO2 dan juga biomasa mikroba
anaerob. Sedangkan air limbah dengan konsentrasi bahan organik tinggi dan
suspensi bahan organik seperti buangan industri dan lumpur organik, dapat pula
secara efektif distabilkan secara anaerobik. Proses pengolahan air limbah
secara anaerobik mengkonversikan bahan organik menjadi gas methana dan CO2
dan juga biomasa mikroba anaerob (slamet dan masduqi, 2000).
Mekanisme
terpenting dalam penurunan bahan organik pada sistem pengolahan secara biologis
adalah metabolisme bakteri. Dimana metabolisme memiliki arti penggunaan bahan
organik, baik sebagai sumber energi maupun sebagai sumber sintesa sel.
Metabolisme terbagi atas katabolisme dan anabolisme. Katabolisme adalah
penggunaan bahan organik sebagai sumber energi yang akan di rubah menjadi
bentuk akhir yang lebih stabil. Anabolisme adalah proses pengubahan dan
penyerapan bahan-bahan organik menjadi massa sel. Anabolisme adalah proses
penggunaan energi dimana proses tersebut terjadi apabila katabolisme juga
terjadi untuk penyedian energi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel. Hasil
dari proses katabolisme adalah gas methan dan karbon dioksida, hasil dari
anabolisme adalah peningkatan massa bakteri yang dapat diketahui melalui
peningkatan konsentrasi volatile
suspended solids (VSS) (Prabowo, 2000).
Tahap awal proses anaerobik adalah
hidrolisa terhadap senyawa organik komplek menjadi molekul yang sederhana.
Proses hidrolisa terhadap bahan organik ini melalui enzim yang dihasilkan
bakteri fermentasi. Polimer seperti selulosa, protein, karbohidrat dipecah
menjadi monomer. Sellulosa dipecah menjadi cellbiose dan gula. Protein diubah menjadi
asam amino dan polipeptida. Lemak menjadi galaktosa, gliserol, dan asam-asam
lemak berantai panjang.
Pada
pengolahan anaerobik terdapat dua kelompok bakteri yang terlibat didalam
proses, yaitu bakteri pembentuk asam dan bakteri pembentuk methan (Rahmawati,1999).
Kestabilan proses anaerobik tergantung pada keseimbangan kelompok bakteri yang
terlibat. Adanya penurunan produksi gas, peningkatan produksi gas intermediet asam volatile (asetat dan
propionat) akan berakibat terjadinya penurunan efisiensi removal yang
menandakan adanya gangguan pada sistem. Bakteri-bakteri anaerobik yang terlibat
adalah bakteri fermentasi, bakteri penghasil hidrogen, bakteri acetogenik,
bakteri methanogen, dan bakteri pereduksi sulfat (Prabowo, 2000).
Anaerobic baffled reactor (ABR)
dikembangkan oleh Bachman dan McCarty pada tahun 1981. ABR terdiri dari
beberapa kompartemen yang dipisahkan oleh sekat vartikal. Jenis aliran berupa
aliran keatas (up-flow) melalui
lumpur anaerobik yang menghasilkan gas pada tiap kompartemen (Grobicki, 1991)
Pada Anaerobic baffled reactor (ABR) terdapat dua prinsip pengolahan,
yaitu secara mekanis dengan sedimentasi dan secara biologis dengan kontak
antara air limbah dengan lumpur aktif. ABR termasuk unit pengolahan yang cukup
ideal karena mudah dalam pembuatan dan pengoperasian. Kejutan beban organik dan
hidrolik hanya menyebabkan efek yang kecil dalam efisiensi pengolahan.
Perbedaan dengan up-Flow anaerobic sludge
blanket (UASB) bahwa ABR tidak memerlukan sludge blanket yang mengapung, lumpur dapat berada pada dasar
reaktor. Alat pemisah khusus juga tidak diperlukan karena lumpur aktif yang
ikut terbuang pada awal kompartemen akan terperangkap pada kompartemen
selanjutnya. Reaktor yang didesain
secara seri juga akan membantu dalam menguraikan substansi degradable yang sulit pada bagian akhir kompartemen, setelah
penguraian bahan yang mudah pada awal kompartemen (Prabowo,2000).
Berdasarkan
penelitian Prabowo (2000), menggunakan reaktor ABR dengan
mengencerkan air limbah menggunakan perbandingan limbah asli dan air recycle 0;
2:1 dan 1:2., menyatakan bahwa persentase penyisihan COD sebesar 25,2 % sampai
85,6 %. Kemudian penelitian Chariton dan Hadi (2000), menggunakan reaktor ABR
untuk pengolahan limbah cair tahu. Didapatkan hasil bahwa beban organik minimal
2,7 kg COD/m3.hari dan beban organik maksimal 8,0 kg COD/m3.hari,
yang mampu diterima ABR. Kemudian penelitian Rahmawati (2001), menggunakan Anaerobik Single Baffle Reaktor (ASBR)
untuk pengolahan limbah cair RPH, berhasil menyisihkan konsentrasi COD 70,44%.
Ludwig (1998), mengatakan bahwa reaktor ABR mampu menurunkan konsentrasi COD
60% sampai 90 %.
Selain dapat menyisihkan konsentrasi
COD ABR juga dapat menyisihkan konsentrasi TSS. Berdasarkan penelitian Prabowo
(2000), menggunakan reaktor ABR dengan mengencerkan air limbah menggunakan
perbandingan limbah asli dan air recycle 0; 2:1 dan 1:2., menyatakan bahwa
persentase penyisihan TSS sebesar 45 % sampai 95 %. Kemudian penelitian Hadi
(2000), dengan menggunakan ABR untuk pengolahan lindi TPA, didapatkan hasil
bahwa persentase penyisihan TSS sebesar 70 – 95 %.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini menggunakan
metode eksperimental di Laboratorium Teknik Lingkungan ITN Malang
Bahan
a. Limbah cair
rumah potong hewan
b. Lumpur
kotoran sapi
Variabel Terikat
a. Chemical Oxygen Demand (COD)
b. Total Suspended Solids (TSS)
c. Warna
Variabel Bebas
Variasi waktu
pengambilan sample 4 jam, 6 jam, 8 jam, 10 jam, 12 jam
dengan debit aliran air limbah 5.10-4
m3/jam
Spesifikasi Reaktor Anaerobik Baffled Reaktor (ABR)
1)
Inlet

2) Outlet
3) Gas outlet
4) Ruang gas
5) Lumpur aktif
6) limbah
7) Sekat / baffled

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Karekteristik
Limbah Cair RPH Malang
Dalam penelitian ini di lakukan
analisa pendahuluan untuk memperoleh data karekteristik air limbah yang akan
digunakan sebagai sampel influen ABR. Berdasarkan analisa laboratorium yang
dilakukan, diperoleh data karekteristik air limbah RPH sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil analisa awal
air limbah RPH Malang
|
|
PARAMETER
|
HASIL
|
COD
|
305.455 mg/l
|
PV
|
561.17 mg/l
|
TSS
|
2066,667 mg/l
|
Warna
|
2.676 Pt.CO
|
Temperatur
|
25 0C
|
pH
|
7.2
|
Phospat Total
|
0.285 mg/l
|
Nitrogen Total Kjeldahl
|
1.712 mg/l
|
Sumber : Hasil Penelitian
|
Berdasarkan
analisa awal nilai pH dan suhu air limbah berada pada kisaran untuk pengolahan
anaerobik, hal ini berarti kondisi lingkungan atau air limbah sesuai untuk
pertumbuhan bakteri anaerobik.
Penyisihan Bahan
Organik Pada Tahap Aklimatisasi
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan, maka data konsentrasi akhir kandungan
organik pada reaktor dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Penyisihan Bahan Organik Pada Reaktor
|
|||||
Hari ke
|
Temperatur
|
pH
|
Zat Organik
|
Selisih Bahan Organik
|
Penyisihan Bahan Organik
|
(°C)
|
(Mg/l)
|
(mg/l)
|
(%)
|
||
1
|
26
|
7.17
|
903.83
|
480.02
|
-
|
2
|
25
|
7.14
|
642.29
|
-261.53
|
28.93
|
3
|
25
|
6.89
|
530.94
|
-111.35
|
17.33
|
4
|
25
|
7.32
|
670.55
|
139.61
|
-
|
5
|
24
|
7.32
|
687.72
|
17.16
|
-
|
6
|
25
|
7.37
|
535.95
|
-151.76
|
22.06
|
7
|
24
|
7.04
|
551.41
|
15.46
|
-
|
8
|
25
|
7.16
|
562.65
|
11.23
|
-
|
9
|
25
|
7.28
|
590.91
|
28.25
|
-
|
10
|
25
|
7.26
|
556.85
|
-34.06
|
5.76
|
11
|
24
|
7.35
|
440.02
|
-116.82
|
20.97
|
12
|
25
|
7.18
|
455.06
|
15.03
|
-
|
13
|
25
|
7.27
|
573.88
|
118.82
|
-
|
14
|
26
|
7.26
|
444.95
|
-128.92
|
22.46
|
15
|
24
|
7.29
|
642.14
|
197.18
|
-
|
16
|
25
|
7.26
|
596.64
|
-45.49
|
7.08
|
17
|
24
|
7.18
|
608.31
|
11.67
|
-
|
18
|
25
|
7.11
|
619.39
|
11.07
|
-
|
19
|
25
|
7.26
|
602.32
|
-17.06
|
2.75
|
20
|
26
|
7.17
|
590.97
|
-11.35
|
1.88
|
21
|
24
|
7.38
|
562.52
|
-28.45
|
4.81
|
32
|
23
|
7.29
|
573.87
|
11.35
|
-
|
33
|
23
|
7.1
|
545.47
|
-28.40
|
4.94
|
34
|
24
|
7.15
|
535.51
|
-9.96
|
1.82
|
35
|
24
|
7.16
|
520.41
|
-15.09
|
2.81
|
36
|
24
|
7.06
|
504.34
|
-16.06
|
3.08
|
Penyisihan Konsentrasi COD
Pada bagian pertama ini akan dibahas pengaruh waktu pengambilan sampel
terhadap penyisihan konsentrasi COD awal
pada air limbah sebesar 305,455 mg/l. Data penyisihan konsentrasi COD pada
reaktor tersaji pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Analisa COD |
||||
Debit
|
Waktu Detensi
|
Waktu pengambilan
sampel
|
Penyisihan COD
|
Penyisihan COD
|
(m3/jam)
|
(jam)
|
(jam)
|
(mg/l)
|
( %)
|
5.10-4
|
12
|
4
|
109.091
|
64.28
|
6
|
945.455
|
69.04
|
||
8
|
872.727
|
71.42
|
||
10
|
872.727
|
71.42
|
||
12
|
727.273
|
76.19
|
||
Sumber : Hasil Penelitian
|
Pengambilan sampel yang dilakukan 4 jam, 6 jam, 8 jam, 10 jam dan 12 jam
pada tiap reaktor menghasilkan persentase penyisihan COD yang stabil dan
konstan berkisar ± 10 %, hal ini menunjukkan bahwa mikroorganisme yang telah
terbentuk masih mampu untuk menguraikan bahan organik dalam air limbah dan
mampu beradaptasi dengan kondisi yang ada seperti konsentrasi dan komposisi
substrat di dalam reaktor. Selain itu menurut pendapat Shuler dan kargi, (1992)
penggunaan nutrien oleh mikroorganisme akan mengakibatkan peningkatan massa
mikroorganisme tersebut, hal ini mengakibatkan makin lamanya proses pada ABR
akan mengakibatkan peningkatan massa mikroorganisme pada reaktor sehingga
efisiensi penyisihan COD akan meningkat dengan lamanya waktu operasional.
Debit aliran air limbah 5.10-4 m3/jam sudah mampu menguraikan bahan organik
yang ada oleh mikroorganisme dengan waktu detensi 12
jam, memberikan waktu yang cukup panjang bagi mikroorganisme untuk menyisihkan
bahan organik yang ada sehingga menghasilkan efisiensi COD yang besar.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan terhadap reaktor ABR untuk menurunkan konsentrasi COD pada limbah
cair RPH menunjukkan bahwa terjadi persentase penyisihan konsentrasi COD 19,04
% sampai 76,19 %. Disimpulkan juga makin lama waktu detensi atau waktu kontak
antara air limbah dan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase
penyisihan COD pada limbah RPH.
Penyisihan konsentrasi COD secara
biologi dengan menggunakan proses anaerobik juga dilaporkan oleh beberapa
penelitian. Hasil penelitian Prabowo (2000), menggunakan reaktor ABR dengan
mengencerkan air limbah dengan perbandingan limbah asli dan air recycle 0; 2:1
dan 1:2., bahwa persentase penyisihan COD sebesar 25,2 % sampai 85,6 %.
Disimpulkan juga makin lama waktu kontak antara air limbah dengan
mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan COD yang
dihasilkan. Kemudian penelitian Chariton dan Hadi (2000), menggunakan reaktor
ABR untuk pengolahan limbah cair tahu. Didapatkan hasil bahwa beban organik
minimal 2,7 kg COD/m3.hari dan beban organik maksimal 8,0 kg COD/m3.hari,
yang mampu diterima ABR. Disimpulkan juga makin lama waktu kontak antara air
limbah dengan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan
COD yang dihasilkan. Kemudian penelitian Rahmawati (2001), menggunakan Anaerobik Single Baffle Reaktor (ASBR)
untuk pengolahan limbah cair RPH, berhasil menyisihkan konsentrasi COD 70,44%.
Disimpulkan juga makin lama waktu kontak antara air limbah dengan
mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan COD yang
dihasilkan. Ludwig (1998), mengatakan bahwa reaktor ABR mampu menurunkan
konsentrasi COD 60 – 90 %.
Penyisihan Konsentrasi TSS
Tabel
4. Hasil Pengamatan Analisa TSS
|
||||
Debit
|
Waktu Detensi
|
Waktu pengambilan sampel
|
Penyisihan TSS
|
Penyisihan TSS
|
(m3/jam)
|
(jam)
|
(jam)
|
(mg/l)
|
( %)
|
5.10-4
|
12
|
4
|
1000
|
51.61
|
6
|
833.33
|
59.67
|
||
8
|
500
|
75.80
|
||
10
|
166.66
|
91.93
|
||
12
|
166.66
|
91.93
|
||
Sumber : Hasil
Penelitian
|
Debit aliran air limbah 5.10-4
m3/jam atau waktu detensi 12 jam pada reaktor E sudah mampu untuk menyisihkan suspended solid (SS) dengan baik hal ini
dikarenakan waktu detensi pada reaktor tidak mengakibatkan sludge terangkat dan ikut terbawa keluar bersama effluen dan waktu detensi 12 jam
sudah mampu untuk menguraikan bahan organik yang ada oleh mikroorganisme.
Jumlah TSS yang terdapat pada influen
relatif tinggi, pemisahan TSS pada reaktor ABR terjadi mulai pada saat air
limbah memasuki kompartemen pertama, TSS akan terus berkurang setelah melewati
tiap kompartemen. Pada bagian akhir reaktor, terjadi akumulasi lumpur, hal ini
membuat penyisihan TSS menjadi lebih efektif daripada kompartemen sebelumnya
karena sistem filtrasi yang terbentuk cukup tebal dan memberikan cukup waktu
lebih lama buat bakteri untuk menyisihkan bahan organik yang terdapat
dalam suspended solid (SS).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap reaktor ABR untuk
menurunkan konsentrasi TSS pada limbah cair RPH menunjukkan bahwa terjadi
persentase penyisihan konsentrasi TSS 35,48 % sampai 91,93 %. Disimpulkan juga
makin lama waktu detensi atau waktu kontak antara air limbah dan mikroorganisme
menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan TSS pada limbah RPH.
Penyisihan konsentrasi TSS secara
biologi dengan menggunakan proses anaerobik juga dilaporkan oleh beberapa
penelitian. Hasil penelitian Prabowo (2000), menggunakan reaktor ABR dengan
mengencerkan air limbah dengan perbandingan limbah asli dan air recycle 0; 2:1 dan 1:2., bahwa
persentase penyisihan TSS sebesar 45 % sampai 95 %. Disimpulkan juga makin lama
waktu kontak antara air limbah dengan mikroorganisme menunjukkan makin besar
pula persentase penyisihan TSS yang dihasilkan. Kemudian penelitian Hadi
(2000), dengan menggunakan ABR untuk pengolahan lindi TPA. Didapatkan hasil
bahwa persentase penyisihan TSS sebesar 70 – 95 %. Disimpulkan juga makin lama
waktu kontak antara air limbah dengan mikroorganisme menunjukkan makin besar
pula persentase penyisihan TSS yang dihasilkan.
Penyisihan Konsentrasi Warna
Pada bagian ini akan dibahas pengaruh waktu pengambilan sampel
terhadap penyisihan konsentrasi warna
pada reaktor. Data penyisihan konsentrasi warna pada reaktor tersaji pada tabel
5.
Tabel.
5. Hasil Pengamatan Analisa Warna
|
||||
Debit
|
Waktu Detensi
|
Waktu pengambilan sampel
|
Penyisihan Warna
|
Penyisihan Warna
|
(m3/jam)
|
(jam)
|
(jam)
|
(Pt-Co)
|
( %)
|
5.10-4
|
12
|
4
|
1.884
|
29.60
|
6
|
1.864
|
30.35
|
||
8
|
1.741
|
34.94
|
||
10
|
1.734
|
35.19
|
||
12
|
1.546
|
42.24
|
||
Sumber : Hasil Penelitian
|
Dari gambar 5. dapat dilihat bahwa pada 4 jam sampai 12 jam terjadi peningkatan
persentase penyisihan konsentrasi warna. Hal ini berarti terjadi penyisihan
warna oleh mikroorganisme dan penyisihan warna yang berasal dari suspended solid (SS) dengan pengendapan.
Debit aliran air limbah 5.10-4 m3/jam atau waktu
detensi 12 jam pada reaktor E tampaknya sudah cukup bagi suspended solid (SS) untuk mengendap dengan baik hal ini
dikarenakan waktu detensi pada reaktor E tidak mengakibatkan sluge terangkat
dan ikut terbawa keluar bersama effluen. Dan waktu detensi 12 jam sudah cukup
bagi mikroorganisme untuk menyisihkan warna yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap reaktor ABR untuk
menurunkan konsentrasi warna pada limbah cair RPH menunjukkan bahwa terjadi
persentase penyisihan konsentrasi warna 19,97 % sampai 42,24 %. Kecilnya
persentase penyisihan warna yang dihasilkan sejalan dengan pendapat Manurung
dkk (2004). Menurut Manurung dkk, penyisihan
warna menghasilkan persentase penyisihan
yang kecil, hal ini karena warna mempunyai sifat tahan terhadap
degradasi biologi. Disimpulkan juga makin lama waktu detensi atau waktu kontak
antara air limbah dan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase
penyisihan warna pada limbah RPH.
Penyisihan konsentrasi warna secara biologi dengan menggunakan proses
anaerobik juga dilaporkan oleh beberapa penelitian. Bhattacharya dkk (1990),
menggunakan zat warna buatan yang dapat larut dalam air, diperoleh penurunan
zat warna pada sistem anaerobik sebesar 30 % sampai 50 %. Kemudian penelitian
Haug dkk (1992), didapatkan hasil bahwa sistem anaerobik bisa menetralisasi zat
warna buatan (warna azo pada tekstil) dan diperoleh penurunan 37 % sampai 98 %.
Meyer (1981) dalam Manurung dkk (2004), mereduksi zat warna buatan yang di
campur pada makanan sapi, dimana makanan ini dimasukan ke pencernaan hewan,
didapatkan bahwa warna direduksi oleh
mikroorganisme yang ada dipencernaan dengan kondisi anaerobik.
Sistem Perencanaan ABR
Kecepatan aliran keatas (Vup)
dari air limbah di dalam kompartemen dari ABR, tidak boleh lebih dari 2 m/jam
(Ludwig, 1998). Ini merupakan parameter penting dalam menghitung desain dari
ABR, terutama hydraulic loading yang
tinggi.
Vup = Q/A
Dimana :
Vup = Kecepatan aliran
keatas pada kompartemen (m/jam)
Q = Debit air limbah (m3/jam)
A
= Luas alas dari kompartemen
Tingkat
penguraian yang tinggi dapat terjadi dengan waktu detensi yang relatif kecil,
waktu detensi dari reaktor sebaiknya tidak kurang dari 8 jam (Ludwig, 1998),
selain itu ABR juga dapat beroperasi dengan waktu detensi sampai dengan 24 jam
(Hermana, 2000). Volume reaktor diperoleh dari perhitungan debit rata-rata dari
air limbah yang akan di olah dan waktu detensi yang diterapkan (Ludwig, 1998)
V = Q x td
Dimana :
V = Volume
reaktor (m3)
Q = Debit
air limbah (m3/jam)
td = Waktu
detensi (jam)
Menurut Prabowo, 2000 air limbah yang masuk kedalam reaktor seharusnya
sedapat mungkin terdistribusi secara merata di pintu masuk pada dasar reaktor,
hal ini dapat dilakukan dengan mendesain kompartemen yang relatif rendah (lebar
reaktor < 60 % dari tinggi reaktor) dan untuk panjang serta tinggi reaktor
ditentukan berdasarkan perencanaan.
ABR terdiri setidaknya 4 kompartemen yang tersusun seri. Pada kompartemen
terakhir dapat berfungsi sebagai penyaring untuk menerima kemungkinan lumpur
yang berlebih (Ludwig, 1998). Sedangkan volume lumpur yang digunakan pada saat
aklimatisasi 10 – 25 % dari volume reaktor ( Souza, 1986).
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan diketahui beberapa hal antara lain :
Reaktor yang
digunakan 5 buah dengan kriteria desain sebagai berikut :
Tabel 6.
Sistem Perencanaan ABR
|
||||
Keterangan
|
COD
|
TSS
|
Warna
|
|
Q
(m3/jam)
|
0,001
|
0,0015
|
0,001
|
|
Waktu detensi (jam)
|
6
|
4
|
6
|
|
Volume reactor (m3)
|
0,006
|
0,006
|
0,006
|
|
Dimensi
|
Panjang
|
0,3
|
0,3
|
0,3
|
Bak
|
Lebar
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
(m)
|
Tinggi
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
A (m2)
|
0,003
|
0,003
|
0,003
|
|
Vup
(m/jam)
|
0,5
|
0,5
|
0,5
|
|
Influen
|
305,45
mg/l
|
2066,667
mg/l
|
2,676
Pt-Co
|
|
Effluen
|
180,364
mg/l
|
899,9999
mg/l
|
2,0038
Pt-Co
|
Reaktor
- waktu detensi 12 jam
- Debit air limbah 0,0005 m3/jam
- Panjang reaktor 0,3 m
- : Lebar reaktor 0,1 m
- Tinggi reaktor 0,2 m
- Volume reaktor 0,006 m3
Kesimpulan
Dari hasil
penelitian dan pembahasan yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan :
1. a. Efisiensi penyisihan COD terbesar
yaitu 76,19 %, TSS 91,93 % dan penyisihan warna
terbesar 42,24 % terjadi pada debit aliran 5.10-4 m3/jam
pada waktu pengambilan sampel 12 jam.
b. Waktu pengambilan sampel
(4 jam – 12 jam) berpengaruh pada
besarnya efisiensi penurunan COD, TSS dan warna, semakin lama waktu pengambilan sampel yang diberikan
prosentase penurunan COD, TSS dan warna akan semakin besar.
2. Untuk mengetahui seberapa besar persentase penyisihan COD, TSS dan warna
dari kriteria desain yang direncanakan, dapat digunakan persamaan,
CODeffluent = 260 – (13,3 x waktu detensi)
TSS effluent = 1053 – (41,7 x waktu detensi)
Warna effluent = 2,08 –
(0,0302 x waktu detensi)
Dengan catatan beban yang masuk
reaktor tidak boleh lebih dari 305, 45 mg/l untuk COD, 2066,667 mg/l untuk TSS
dan 2,676 Pt-Co untuk warna
DAFTAR PUSTAKA
Bhattacharya
SK, Wang S., Angara RV.,Kawai T dan Bishop F.D,1990. Fate and Effect of Azo Dye on an Anaerobic-aerobic System, 44th
Purdue Industrial Waste Conference Proceedings, Lewis Publishers Inc.
Chelsea.
Chariton,
Anthony Philip dan Hadi, Wahyono, 2000.
Studi Pertumbuhan Bed Lumpur Kaitannya Dengan Produksi Biogas Pada Pengolahan
Air Limbah Pabrik Tahu Dengan Reaktor Anaerobik Aliran Horizontal. Jurnal
Purifikasi, vol. 1, No.5, September 2000. Surabaya.
Grobicki,
A, dan David C Stuckey, 1991. Performance
of The Anaerobic Buffled Reactor Under Steady-state and Shock Loading Condition.
Biotechnol Bioeng 37.
Hadi,
Nurhaning I, 2000. Studi Penurunan
Kandungan COD dan TSS Pada Lindi TPA Keputih Surabaya Dengan Menggunakan
Anaerobic Baffeled Reactor (ABR). Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan
FTSP-ITS.Surabaya.
Hermana, J.,
Dwirianti, D.,Mukhlis and Susmanto, R.M. 2000. The Aplication of Anaerobic Baffled Reactor for the Abatement of River
Pollotion from Domestic Wastewater. Internasional Seminar, Industrial Waste
Pollution Control : Quo Vadis Surabaya River, Surabaya.
Hug,
W., Schmidt, A., Nortemana, B., Hempel, D.C.,Stolz, A dan Knackmuss, H.J, 1991.
Mineralization of the Sulfonated Azo Dye
mordant Yellow 3 y a 6-Aminoapthalene-2Sulfonate-Degrading Bacterial
Consorsium, Applied and Environmental Mikrobiology
Ludwig,
Sassc, 1998, DEWATS : Decentralized
Wastewater Treatment in Developing Countries, BORDA. Bremen Overseas
Reaserch and Development Association, Bremen.
Manurung,
R., Hasibuan, R., Irvan, 2004. Perombakan
Zat Warna Azo Reaktif Secara Anaerobik-Aerob. E-USU Repository, Universitas
Sumatra Utara.
Prabowo,
Bayu C, 2000. Studi Anaerobic Baffeled
Reactor (ABR) Untuk Pengolahan Limbah Cair RPH Kedurus. Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS.Surabaya.
Prastiwi,
2004. Studi Kinerja Sequencing Batch
Reactor (SBR) Dalam Mendegradasi Limbah Rumah Potong Hewan. Tesis Program
Paskasarjana Jurusan Teknik Lingkungan ITB.. Bandung.
Rahmawati,
Erna Dwi, 1999. Studi Pengaruh Waktu
Detensi Terhadap Penurunan Kandungan COD dan TSS Pada Limbah Cair Rumah Potong
Hewan Dengan Menggunakan Anaerobic Single Baffled Reactor. Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS.Surabaya.
Shuler,
Michael L, dan Kargi, Fikret, 1992. Bioprocess Engineering.Basic Concept.
Prentice Hall, Inc. New Jersey.
Slamet,
Agus dan Masduqi. Ali, 2000. Satuan
Proses. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS.Surabaya.
Souza
M.E. 1986, Criteria for The Utilization
Design and Operation of UASB Reactors. Water science technology. Volume 18.
Menjual berbagai macam jenis Chemical untuk cooling tower chiller Boiler dan waste water treatment untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi saya di email tommy.transcal@gmail.com
BalasHapusWA:081310849918
Terima kasih